Banyak
orang menganggap bahwa politik itu adalah cara yang kotor dan juga banyak orang
yang bias ketika mendengar dan membicarakan tentang politik. Seorang tokoh
mahasiswa, Soe Hok Gie, pernah berkata bahwa politik iti adalah lumpur-lumpur
yang kotor/busuk. Di Yunani, politik itu dikatakan adalah sebagai alat yang
suci untuk mendirikan negara/kota yang suci. Ada juga ilmuwan-ilmuawan dan para
politisi berkata bahwa politik itu sangat erat kaitannya dengan kekuasaan. Sebagian
lagi berpendapat bahwa politik itu suatu cara untuk mencapai tujuan pribadi dan
kolektif untuk merubah tatanan, atau sesuatu apa yang dituju.
Bagi
saya, sah-sah saja mereka mengatakan demikian. Mungkin pada masa itu, seperti
itulah yang dialaminya, itulah yang mereka lihat, itulah yang mereka rasakan
dan itulah konsep-konsep apa yang akan diaplikasikan dan yang mereka dapatkan
di dunia pendidikan formal dan informal (lingkungan). Menurut saya, politik itu
sangat penting, dan ia tidak datang dengan sendirinya, tapi datang ketika apa yang
akan dilakukan terbentur dengan masalah yang tidak diinginkan. Politik itu
adalah usaha yang sadar untuk mencapai tujuan yang menuju pada kebaikan.
Bukan
hanya politisi (seseorang yang aktif di Badan Legislatif dan di Partai Politik)
yang bisa berpolitik. Berpolitik itu tidak harus dengan kekuasaan. Tapi, setiap
orang (Petani, Guru, Buruh, Tokoh Agama dan setiap orang) dapat berpolitik.
Berpolitik harus dengan kesadaran yang suci, sesuai dengan apa yang
diinginkannya (dalam hal positif). Segala usaha atau cara yang dilakukan dengan
tidak sadar untuk menggapai tujuannya bukanlah politik namanya.
Dalam
tulisan singkat ini, mohon maaf, saya tidak lagi membahas tentang apa politik
itu secara etimologi (bahasa), berasala dari kata mana, sejenis makhluk apa
itu, siapa pencetusnya dan dari mana mulanya. Bagi saya, politik itu bukanlah
wawasan dan ilmu. Tapi, politik itu lebih jauh pengertiannya dari informasi-informasi.
Politik itu dapat meluas dari kedua-duanya kemudian bebas melakukan apa yang
dimau, tentunya dalam koridor keadilan.
Tidak
ada gunanya kita membenci politik. Membenci politik membuat hidup semakin
sempit, membuat manusia semakin tertinggal. Politik dan praktik politik yang
diperankan para politisi saat ini janganlah kita jadikan tolak ukur bahwa
politik itu tidak baik, sampai kita membencinya. Yang mereka lakukan adalah
penyimpangan dari hakikat sejatinya politik. Ketika kita menginginkan parah buruh
maju, pendidikan maju dengan tenaga pengajar yang berkualitas, petani yang
dapat menghasilkan komoditi pertanian, dan berkeinginan agama tetap ada dan
adat-budaya tertanam di hati kita, maka kita harus berpolitik. Tidak mesti ikut
dengan partai politik baru dikatakan berpolitik.
Dari
paragraf sebelum-sebelumnya, penulis mengatakan bahwa politik itu sangat luas. Artinya,
politik itu tidak terpusat pada ilmu, wawasan, terpusat pada kekuasaan. Selama pengalaman
hidup, saya belum pernah menemukan adanya agama, paham, ajaran yang melarang
berpolitik. Kalau ada pun melarangnya, berarti dia ingin kita tertinggal,
masyarakat tertinggal dalam bersosial.
Dikehidupan
yang saya lihat, ada seorang sudah dua puluh tahun berdagang kecil-kecilan,
tapi tidak meningkat-ningkat menjadi pedagang menengah. Ada seorang yang sudah
puluhan tahun menjadi guru tidak bisa menciptakan ide-ide dan gagasan progresif,
tidak dapat menciptakan karya-karya tulis yang menjadi acuan juga menjadi
motivasi bagi murid-muridnya. Guru tersebut hanya banyak murid dan hanya
dikenal oleh murid-muridnya dengan berbagai “gelar”. Selama hidup saya, penulis
banyak melihat dan mendengar ratusan penceramah-penceramah agama hanya banyak
bicara kemiskinan, tapi tetangganya terus dilanda kemiskinan. Bahkan banyak
sekali tokoh-tokoh agama yang membicarakan keadilan tapi takut pada penguasa
yang menindas. Ratusan Profesor/Guru Besar di Indonesia ini tidak dapat
mengendalikan penguasa-pengusa yang korup dan mementingkan kelompoknya.
Apa
penyebab itu semua? Menurut penulis, politiklah yang kurang dalam diri mereka. Mereka
berpikir bahwasanya politik itu hanya satu bidang saja (kekuasaan negara-sistem
negara). Mereka dengan tidak tepat mengajarkan atau melakukan praktik politik.
Politik masih dianggap hanya mencapai kekuasaan. Ada yang berpikiran bahwa
berpolitik itu harus dengan modal materi (ongkos politik) yang mahal. Padahal bukan
seperti itu. Masih ada yang tidak percaya diri dengan keintelektualan dia dalam
memerankan politik (di luar pemerintahan) yang pro-rakyat.
Tujuan
politik itu dapat terjalankan apabila berada ditangan orang-orang yang peduli
kepada rakyat. Politik itu terjalankan ketika dipegang oleh orang-orang yang
merasakan akan penderitaan masyarakat. Berpolitik itu tidaklah hanya ajang
menunjukkan siapa yang terhebat. Tapi, berpolitik itu siap mengabdikan diri
untuk rakyat dan bangsanya.
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Sumber gambar ilustrasi: https://assia-assistance.com
0 komentar:
Posting Komentar