Normativisme Mahasiswa Indonesia Masa Kini

Sabtu, 14 Januari 2017 0 komentar
Oleh : Ibnu Arsib Ritonga*
Dalam kesempatan kali ini, kita tidaklah membahas lagi secara luas apa itu mahasiswa, bagaimana itu mahasiswa, dan apa peran serta fungsi mahasiswa? Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian) dan Caturdharma Perguruan Tinggi (Tridharma Perguruan Tinggi + Dakwah Islamiah) bukan juga kajian utama kali ini.

Fokus diskusi singkat kali ini adalah kita akan membahas suatu sikap berpikir seseorang mahasiswa di Indonesia masa kini mulai dari Sabang hingga Marauke. Dalam pembahasan, kita tidaklah mendiskusikan data mahasiswa yang berjumlah ± 5,3 Juta diseluruh Indonesia yang kurang terlihat perannya atau pembahasan kita kali ini tidaklah memusatkan pada kajian statistik. Pembahasan kali ini berdasarkan atau berangkat dari pemikiran nilai filosofis dan historis mahasiswa yang menurut penulis sudah hilang pada masa kini.

Banyak aktivis mahasiswa masa kini atau masa dahulu bertanya tentang kenapa dengan mahasiswa saat ini, kenapa hedonisme atau apatisme sangat menghantui mahasiswa, yang akibatnya hilang daya nalarnya, daya kritis yang dimilikinya sebagai ciri utama dalam membela kepentingan orang banyak dan memegang teguh idealismenya. Hal ini menjadi bahan dasar ketika ada diskusi-diskusi tentang mahasiswa.  Ada beberapa hal yang terlebih dahulu kita bahas sebelum memasuki pada pembahasan inti sesuai dengan judul tulisan di atas.

Pasal I : Sistem Pendidikan yang Kurang Membangun
Yang kita maksud dengan hal di atas adalah Sistem pendidikan nasional dan atau sistem pendidikan tinggi baik itu yang dikeluarkan pemerintah ataupun sistem pendidikan yang dikeluatkan oleh perguruan tinggi itu sendiri. Sistem pendidikan inilah yang menggiring sesuatu pada tujuan yang sudah ditentukan. Akankah ada pengaruhnya terhadap pertumbuhan atau perkembangan mental seorang mahasiswa? Tanpa kita sadari, sistem kurang membangun telah memenjarakan kita dan itu adalah sistem yang tidak memerdekakan mahasiswa. Dengan sistem yang kurang tepat maka orientasi dari pada pendidikan itupun akan kurang tepat pula.

Kita berangkat dari sejarah perjalanan sistem pendidikan tinggi Indonesia, sebelum kemerdekaan Indonesia, tentunya dalam pengaruh kolonialisme Belanda ada persaingan dalam melaksanakan pendidikan, yaitu satu pendidikan yang dikelola oleh Belanda, mempunyai misi supaya mahasiswanya berideologi Barat  dan menyebarkan budaya-budaya Barat yang kita kenal dengan istilah Westernisasi (Nurcholish Madjid dalam bukunya Islam, Kemodernan dan KeIndonesiaan) dan pendidikan yang lain dikelola oleh asli pribumi Indonesia  atau para ulama-ulama/tokoh-tokoh agama yaitu lembaga pendidikan yang berbasis agama. Pendidikan Islam ini gigih membina pelajar-pelajarnya untuk memegang teguh agama (religius), menumbuhkan kecintaan pada negara dan bangsanya  (nasionalisme).

Singkatnya, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan masuklah Indonesia pada masa transisi. Kemerdekaan ini tidak lepas dari pada peran pemuda dan sebagain sekaligus sebagai mahasiswa yang dahulu dididik atau disekolahkan oleh bangsa kolonial ke negaranya. Seperti kita lihat Bung Hatta, M. Yamin yang kuliah di Belanda, dan Ir. Soekarno kuliah dilembaga pendidikan tinggi yang didirikan oleh Belanda, yang sekarang kita kenal dengan ITB (Institut Teknologi Bandung).

Setelah kemerdekaan itu, kampus-kampus yang didirikan oleh Belanda itu mengganti namanya dan menyesuaikannya dengan kondisi. Perguruan Tinggi Islam pun mulai banyak didirikan sebagai bentuk penunjukan bahwa Islam di Indonesia juga bisa melahirkan kaum-kaum Muslim-intelektual, setelah perubahan kampus-kampus Islam tersebut berubah namanya atau sistemnya, kita lihat misalanya ada Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Universitas Islam Bandung (UNISBA), di Medan kampus Islam tertua di luar pulau jawa yaitu Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Universitas Muslim Indonesia Makasar (UMI), Universitas Islam Riau (UIR) dan kampus-kampus Islam lainnya.

Dari kampus-kampus tersebut lahirlah mahasiswa-mahasiswa yang luar biasa dan mempunyai karakter, sehingga dapat mengisi serta membangun Indonesia ini. Hari ini masih dapat kita rasakan, mahasiswa-mahasiswa brilian tersebut lahir dari sistem yang membangun dan sistem yang diciptakan adalah untuk orientasinya yang lurus yaitu untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pembangunan bangsa. Sistem-sistem yang ada di kampus Islam adalah menentang sistem-sistem yang ada di kampus sekuler, sehingga dinamikanya membangun pola pikir setiap masyarakat kampus.

Menjelang akhir kepemimpinan Ir. Soekarno, dinamika politik nasional mempengaruhi segala kebijakan yang ada di Indonesia, ditambah dengan adanya polemik ditubuh pemerintahan sendiri dan di luar pemerintahan, sehingga puncaknya adalah pembunuhan Jenderal-jenderal oleh kelompok-kelompok komunis dan secara ekonominya terjadi krisis moneter sehingga menyengsarakan rakyat.

Dengan kondisi negara pada masa itu, negara diambil alih oleh militer yang dipimpin Jenderal Soeharto  untuk menertibkan negara dengan legalitas surat perintah, yang terkenal namanya dengan “Surat Perintah Sebelas Maret (Sepersemar)”. Terjadi masa transisi kedua kali di Indonesia. Mahasiswa pada saat itu langsung turun untuk memprotes Ir. Soekarno dengan slogan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yaitu turunkan harga sembako, turunkan Soekarno dan bubarkan Partai Komunis Indoneisa. Gerakan ini tidak lepas dari pada pengaruh kepentingan militer. Dapat kita lihat secara nyata peran mahasiswa pada saat itu, kemudian Pemerintahan Indonesia pun berada ditangan Soeharto.

Di masa pemerintahan Soeharto, perguruan tinggi dan mahasiswa mulai dipenjara oleh sitim nasional dalam pendidikan tinggi. Perguruan tinggi yang sebagai gudang ilmu pengetahuan berkurang independensinya, kampus harus sesuai dengan kemauan pemerintah dengan dalih demi pembangunan nasional. Pada tahun 1970-an dibuatlah sistem NKK (Normalisasi Keadaan Kampus), dan NKK tersebut disosialisasikan dengan cepat.

Sistem baru itu pun mulai terlihat di kampus, dahulu kita lihat sistem yang dibuat oleh Belanda dan pada awal tahun 70-an keluarlah sistem NKK oleh Soeharto. Dengan keadaan ini, kampus tidak lagi kritis terhadap kondisi masyarakat atau negara, kampus sudah mulai vakum atau sudah hilang perannya untuk mengatakan hal-hal yang benar, dan mahasiswa pada saat itu terbelenggu. Tidak jarang mereka dipukuli ketika mengkritisi kebijakan kampus, kebijakan pemerintah dan mendapat tekanan psokologis lainnya.

Bukti sejarahnya adalah gagalnya gerakan mahasiswa pada awal tahun 1974 yang dikenal dengan tragedi Malari (Malapetaka Lima belas Januari), yang ditokohi oleh Hariman Siregar dan kawan-kawan. Gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa pada masa itu mengalami kegagalan. Mahasiswa terus terbelenggu dengan status qou yang ada dan kemudian ada sistem baru lagi yaitu BKK (Badan Koordinasi Kampus) dan ditubuh mahasiswa sendiri dibentukannya suatu organisasi semi kemiliteran yaitu Resimen Mahasiswa atau lebih akrab disapa Menwa.

Babak baru era di Indonesia mulai muncul, keadaan yang membosankan dan keterbelengguan yang dirasakan mahasiswa, pemerintah yang otoriter ditambah dengan keadaan kondisi sosial yang semakin susah dikarenaka krisis ekonomi militer menyerang Indonesia. Suatu tuntutan terhadap era Orde Baru  yang dipimpin oleh Soeharto menjadi sasaran, isu-isu reformasi dan demokrasi mulai dikumandangkan dari pusat-pusat kota hingga sampai ke pelosok desa.

Pada bulan Mei 1998, akibat desakan mahasiswa pemerintahan Soeharto turun dari tahtanya, lagi-lagi kita lihat peran mahasiswa sangat besar. Soeharto mengumumkan bahwa sanya dia berhenti menjadi Presiden Indonesia susudah menjabat selama 32 tahun. Pemerintahan Indonesia pun setelah berhentinya Soeharti maka dipimpin oleh B.J. Habibie yang awalnya sebagai Wakil Presiden Soeharto. Tidak lama menjabat, hanya kurang lebih  dua tahun. Dengan rapat Majelis Pemusyawaratan Rakyat kemudian terpilihlah presiden keempat yang dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid setelah bersaing dengan Megawati Soekarno Putri. Setelah Abdurrahman Wahid yang lebih akrab disapa Gus Dur selesai masanya, maka hasil sidang MPR memutuskan Presiden Indonesia selanjutnya diamanahakn kepada Megawati Soekarno Putri yang sebelumnya menjadi wakilnya Gus Dur dan kemudian terpilih pertama kali presiden Indonesia secara demokrasi pada tahun 2004, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo pada tahun 2014.

Kalau kita lihat di jaman pemerintahan SBY, NKK dan BKK ditiadakan secara nama. Akan tetapi, sistem ini masih dihidupkan dengan formulasi yang baru. Sistem yang dibangun lain dengan jaman Soeharto akan tetapi tujuannya tetap supaya mahasiswa apatis, hedon dan daya kritisnya hilang. Di kampus sendiri, tetap ada Sistem Kredit Semester yang dikenal dengan SKS dan adanya penentuan jatah waktu kuliah. Waktu kuliah sudah dibatasi, apabila lewat batas mahasiswa kuliah maka akan dikenakan sanksi. Sistem belajarnya sudah sistem utang dengan sistem bobot SKS yang ditentukan. Sistem ini tidak memerdekakan mahasiswa, sehingga mahasiswa hanya fokus utamanya kuliah, SKS dan cepat tamat. Masih ada sistem-sistem yang lainnya hingga diperiode Jokowi sekarang begitu juga.

Setelah sistem itu dibangun disetiap kampus, baik berstatus negeri maupun swasta, jumlah kehadiran pun dihitung dengan kebijakan kampus, bahkan nilai mahasiswa akan diambil sebagian dari kehadiran. Bukan lagi murni dari wawasan dan hasi penelitian mahasiswa. Terlihat apabila kampus itu seperti ini, maka produk yang dihasilkannya adalah robot-robot berjalan. Mahasiswa ketakutan kalau tidak hadir dan masih banyak kita temui mahasiswa menganggap bahwa kampus adalah sekolah. Disamping itu juga ada jargon dari luar, yaitu "Cepat Tamat dan Cepat Kerja", dengan adanya jargon ini mahasiswa kuliah bukan lagi atas dasar cita-citanya kedepan atau untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Akan tetapi, kuliah, cepat tamat dan cepat kerja di mana pun itu.

Pasal II : Gagal Paham
Gagal paham dalam pembahasan kedua ini maksudnya adalah tidak dapatnya kampus dan khususnya mahasiswa mengetahui dirinya sendiri untuk apa kuliah dan bagaimana mahasiswa itu. Tingkat pemahaman yang lemah akan pengetahuan ini memudahkan masuknya pengaruh negatif ke dalam pikirannya. Masih ada mahasiswa yang menganggap kampus itu adalah sekolah. Berpikiran bahwa kampus hanya tempat belajar saja, ketika ada tugas kuliah sedikit sekali yang mencari bahan di perpustakaan. Saat ini, dengan kemudahan tekhnologi komunikasi, mahasiswa lebih suka yang praktis atau instan dengan meng-copy paste tulisan orang lain dari internet.

Gagal paham yang terjadi di dalam diri mahasiswa, memudahkan sistem yang bobrok tadi meracuni pikirannya, targetnya supaya tidak mengerti hakikat kuliah dan hakikat menjadi seorang mahasiswa. Saat ini, mayoritas mahasiswa kuliah hanya mengejar kesuksesan, bukan lagi ilmu pengetahuan atau supaya berjiwa besar. Paham kesuksesan itu diartikan secara materialistik sehingga slogan cepat tamat dan cepat kerja adalah orientasi pertamanya. Kuliah hanya untuk mencari nilai dan supaya cepat tamat.

Konsep berpikir yang positif dalam diri seorang mahasiswa sudah berkurang, berdiskusi yang seharusnya menjadi budayanya kurang diminati lagi. Konsep berpikir seorang mahasiswa, seperti yang dikatakan Achir Fahruddin dalam tulisannya "Konsep Berpikir Seorang Mahasiswa", menyebutkan bahwa konsep berpikir seorang mahasiswa ada tiga, yaitu etika, logika dan estetika. Konsep ini sungguh sangat luar biasa apabila dapat dimaknai dalam aplikatisi pada kehidupan seorang mahasiswa. Nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya sangat cocok untuk peningkatan kualitas potensi mahasiswa, supaya tidak terjadi gagal paham terhadap mahasiswa.

Dari gagal paham ini, akan memperendah kualitas kreativitas seorang mahasiswa. Mahasiswa yang dituntut sebagai pencipta, sekarang telah diciptakan atau dicetak menjadi robor-robot pekerja untuk suatu perusahaan. Tidak ada lagi orientasinya untuk menjadi ilmuwan, dia masuk jurusan eksak supaya dapat diterima di perusahaan-perusahaan, jadi pengacara supaya dapat keuntungan sudah seperti kolektor atau calo, mau menjadi politisi supaya terlihat hebat, mau menjadi pengusaha supaya menjadi kaya dan segala cara akan dihalalkan, dan lain-lain. Semua orientasinya kurang tepat, hanya sedikit yang lurus. Sedikit sekali mahasiswa kuliah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, dapat kita buktikan seberapa persen mahasiswa Indonesia yang sering melakukan penelitian atau mengembangkan tradisi-tradisi intelektual.

Normativisme Mahasiswa Indonesia Masa Kini
Dari dua pasal pembahasan tadi, kiranya bisa menghantarkan kita pada inti pembahasan kali ini. Dari dua pasal tersebut, membuat pemikiran mahasiswa mandek dan tidak ada arah yang membangun, hanya mengikuti apa yang sudah ada dalam sistem, tidak ada daya nalar dan daya kritis, hal itu kita sebut “Normativisme Mahasiswa”.

Tanpa pengetahuan atau akibat gagal paham, mengakibatkan mahasiswa tidak ada pemahaman dan bepengaruh pada tindakannya. Sikap berpikirnya seorang mahasiswa hanya menurut apa yang seharusnya, tidak mau berpikir bagaimana kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi 5 (lima) tahun kedepan, 10 (sepuluh) tahun, 50 (lima puluh) tahun kedepan dan atau 1 (satu) abad kedepan. Mahasiswa harus juga memikirkan bagaimana solusi, apa yang harus diperbuat atau dipersiapkan, mengingat zaman sekarang sudah modern. Zaman yang didominasi informasi tekhnologi. Sikap berpikir normatifisme ini adalah mendangkalkan pikiran supaya tidak berpikir kedepan, hanya pada saat ini saja yang dipikirkannya, padahal perubahan itu terus terjadi. Apa yang ada sekarang akan berubah pada yang akan datang. Normatifisme ini juga dapat berakibat jauh lebih buruk lagi dari pada itu.

Dengan sikap tersebut, mahasiswa akan mengalami kekecewaan-kekecewaan terhadap apa yang dipelajarinya ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya atau apa yang ada pada saat praktek. Maka dengan normatifisme tersebut akan dengan mudah mendorong orang ke arah mental radikalistik yang tidak membangun. Ditambah dengan perasaan putus asa dan kalah bersaing, normatifisme akan menjerumuskan ke arah tindakan-tindakan atau sikap destruktif.

Dalam teori sejarah mengatakan, hari ini adalah hasil dari pada proses masa lalu, masa sekarang akan menentukan masa yang akan datang. Saat ini, kita kuliah, belajar, melakukan penelitian dan menciptakan, itu adalah untuk proses kita di masa yang akan datang beserta untuk anak cucu kita. Di masa yang akan datang akan ada lagi generasi-generasi yang harus dijaga. Hal itu tentunya dapat dijaga dengan mewariskan ilmu-ilmu pengetahuan atau ajaran-ajaran yang benar.

Normativisme ini datang dari sistem-sistem pendidikan yang tidak membangun dan gagal paham mahasiswa. Tujuan-tujuan sistem itu adalah pemenuhan nisbi. Gagal paham pada mahasiswa harus disadarkan, bagi yang ingin merubah budaya hedonis dan apatis yang telah merasuki mahasiswa bisa dilakukan dengan usaha-usaha penyadaran secara terus menerus. Kita sadar memang betapa hancurnya peradaban mahasiswa saat ini, tradisi-tradisi intelektual kalah bersaing dengan tradisi-tradisi hedonisme. Lihat saja kampus-kampus yang ada diseluruh Indonesia ini, mayoritas disekeliling kampus itu telah banyak pemenuhan sarana-prasarana untuk budaya hedonis tersebut. Contoh riilnya adalah ± 100 meter dari kampus ada cafe, mall, tempat karokean,di depan atau di samping kampus banyak jualan paket pulsa yang mempermudah atau merasuki keapatisannya karena sudah candu terhadap media sosial online.

Akhirnya saat seseorang mahasiswa selesai kuliah terjadi penyesalan pada dirinya, kenapa tidak betul-betul fokus dibidangnya, sadar bahwa dia dahulu terlalu apatis dan hedonis, sehingga dia merasa sendiri dalam kehidupannya. Dari pemikirannya tersebut, ditambah saat ini sulitnya mencari pekerjaan, membuat dia menerima segala bidang pekerjaan, dalam pikirannya yang penting bekerja.

Kesalahan dari awal sebelum kuliah terlihat pada diri sendiri, sewaktu hendak mau kuliah tidak betul-betul memikirkan bidang keilmuan apa yang dminati dan yang harus diperdalam. Terhadap orang tua juga, harus berperan memperhatikan bagaimana potensi pada anak-anaknya untuk supaya tidak terjebak dalam konsep berpikir dan bertindak yang salah.


*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan

Sumber gambar ilustrasi: http://if99.net/

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Ibnu Arsib Ritonga | TNB