Oleh: Ibnu Arsib Ritonga*
Ada satu kisah antara kehidupan seorang petani dan seorang pejabat. Masing-masing mempunyai kehidupan yang berbeda. Pak Tani, hidup disuatu desa setiap hari dengan bermodalkan cangkul dan tenaga dia beraktivitas di sebidang sawah untuk bisa mendapatkan penghasilan biaya hidup, biaya sekolah anak-anaknya serta biaya hidup sehari-hari, terkadang bekerja bersama isteri tercinta. Di kota ada seorang Pak Pejabat, yang setiap harinya harus menjalankan rutinitas. Aktivitasnya sudah terjadwalkan secara sistematis lengkap dengan jadwal-jadwal liburannya. Waktu dua puluh empat jam dalam satu hari satu malam sangat kurang sekali. Waktu bersama keluarga dalam seminggu hanya ada satu hari, itu pun kalau tidak ada pertemuan di luar kota. Secara fasilitas Pak Pejabat sudah terpenuhi.
"Seorang pejabat kota itu merasakan bahwa hidupnya sungguh sangat membosankan yang dipenuhi dengan rutinitas-rutinitas pertemuan dan sangat sedikit sekali waktu untuk bersama keluarga. Dia mengatakan bahwa kehidupan seorang petani sungguh sangat enak, pagi-pagi sudah menghirup udara segar di sawah, mendengarkan suara-suara burung, merasakan butiran embun di daunan. Siang hari bisa makan bersama sang isteri tercinta, suasana yang begitu sejuk karena angin berhembus yang bersahabat. Nikmatnya tidur siang sejenak meregangkan badankan, istirahat yang nikmat juga jauh dari hirup pikuk di perkotaan".
Di daerah lain, "seorang petani berkata terbalik dengan seorang pejabat tadi. Dia berpendapat bahwa menjadi pejabat sungguh sangat enak, berwibawa, disegani orang-orang, mempunyai fasilitas mewah dan lengkap, seperti mobil mewah, rumah yang cantik, tidak pernah merasakan kekurangan, semua yang di inginkan dengan mudah di dapatkan".
Membaca kisah singkat di atas, dapat diketahui bahwa seorang pejabat tersebut menginginkan kehidupan seperti yang dirasakan seorang petani di desa. sedangkan, seorang petani tersebut menginginkan kehidupan seperti yang dirasakan oleh seorang pejabat di kota. Padahal, dari kehidupan kedua-duanya mempunyai plus-minusnya.
Seorang pejabat tersebut tidak tahu apa yang dirasakan oleh seorang petani ketika sedang menghadapi kesulitan. Penghasilan yang pas-pasan atau bahkan kurang, tanggungan yang lumayan banyak, susahnya mendapatkan pupuk yang murah dan tidak stabilnya harga komoditi pertanian yang ditentukan oleh para pejabat-pejabat negara, ditambah lagi ada permainan dari tengkulak, atau lintah darat.
Di posisi lian, seorang petani juga tidak tahu bahwa kehidupan seorang pejabat sungguh sangat tidak enak, seperti yang kita tuliskan di atas tadi. Kehidupan seorang pejabat sangat membosankan, tidak dapat pulas dalam tidurnya, adanya keresahan terkait masalah sosial ditambah masalah politik yang mengganggu posisinya, kritikan membanjiri telinganya dan belum lagi adanya tekanan (intimidasi) untuk kepentingan kelompok. Waktu berkumpul dengan keluarga hanya sekali dalam seminggu, dan itu pun kalau tidak ada pertemuan keluar kota.
Masing-masing dari seorang petani dan seorang pejabat tersebut, sama-sama mempunyai keinginan yang hanya melihat dari sisi kabahagiaannya saja. Keinginan seorang pejabat tersebut berangkat dari tekanan psikologis, sedangkan seorang petani tersebut berangkat dari kehidupan yang susah, pemenuhan matrealis.
Seharusnya, kedua-duanya harus mensyukuri apa yang telah ada pada mereka dan menjalankannya dengan ikhlas. Berkeluh kesah dan mempunyai keinginan yang hanya memenuhi hasrat nafsu tidaklah baik. Dari kedua status itu tidak ada permasalahan di dalamnya, jikalau kita dapat menjalankannya untuk kebaikan, menjadikan setiap kerja kita sebagai ibadah kepada Tuhan dan kepada manusia. Rasa bersyukur, integritas yang tinggi dan rasa sabar akan membawa kita pada kehidupan sejatinya kebahagiaan hidup.
kebiasaan terlalu melihat 'ke atas' tidaklah baik. Cukuplah sekali-kali kita melihat 'ke atas' itu pun untuk memotivasi kita. Lihatlah sering 'ke bawah', betapa banyak orang-orang yang hidupnya lebih susah dari kita. Rasa bersyukur adalah kunci untuk kita supaya tetap terus membangun usaha-usaha pengembangan hidup yang bahagia untuk di masa datang.
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan.
Sumber gambar ilustrasi: http://kfk.kompas.com/
0 komentar:
Posting Komentar