Meneladani Kegigihan Perjuangan Sang Jenderal

Senin, 16 Januari 2017 0 komentar
Oleh: Ibnu Arsib Ritonga*
Semua tentu sudah kenal dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Seorang putra Indonesia yang menjadi tentara atau prajurit yang setia pada negaranya. Diusianya yang masih dikatakan muda telah mengabdikan diri untuk merebut dan mempertahankan negara Indonesia ini lewat dengan "Perang Gerilya". Dunia bahkan telah mengakui konsep perang gerilya Jenderal Soedirman adalah konsep perang gerilnya terbaik di dunia, dan itu nyata dilakukan oleh Sang Jenderal.

Kegigihan dan kesabaran Jenderal sewaktu perang gerilnya melawan kolonial bukan main hebatnya. Jenderal merasakan kedinginan, kelaparan, kelelahan melewati dari lembah kelembah, dari bukit ke bukit. Jenderal dan pasukannya tidak takut dengan binatang-binatang buas, kegelapan menjadi teman setia Jenderal beserta dengan teman-temannya. Belum lagi maut (Belanda terus mengincar) terus mendekatinya kemana pun ia pergi.

Satu ide dan satu gagasan dengan tokoh pergerakan Indonesia lainnya untuk menjaga keutuhan negara Indonesia, seperti Tan Malaka, Soekarno, Muhammad Hatta, akan tetapi Jenderal lebih memilih jalan sendiri untuk kemerdekaan Indonesia seratus persen. Dia tidak mau ikut dengan gerakan Tan Malaka yang menurutnya terlalu radikal. Tidak sepakat pula dengan jalan perundingan seperti yang dilakukan Bung Karno dan Bung Hatta dalam perundingan dengan Belanda pada tahun 1948, yang dikenal dengan perundingan Renville. Jenderal mengatakan bahwa Tentara Indonesia masih kuat, tidak ada gunanya kemerdekaan dengan perundingan. Kecintaannya kepada Indonesia yang sangat luar biasa itu mengarahkan supaya tetap melawan dengan perang gerilya.

Beliau menjelaskan, perang gerilya dilakukan bukan atas dasar karena ketakutan atau kelemahan Tentara Indonesia. Perang gerilya dilakukan untuk menyerang musuh dengan amunisi perang seadanya dan mundur ke hutan dengan penuh perhitungan. Musuh harus dikuras tenaganya dan menarik lapangan perangnya ke lapangan perang seorang gerilyawan yaitu di hutan, di gunung, dan di lembah-lembah. Dengan penuh resiko yang luar biasa. Tidak heran jikalau beliau meninggal dalam usia yang masih dikatakan muda, yaitu umur 34 tahun. Sang Jenderal meninggal karena sakit paru-paru, dan ada yang mengatakan sudah komplikasi.

Bagaiamanakah  dengan kita saat ini? Apakah kita cinta Indonesia, cinta bangsa ini? Bagaiamanakah konsep perang kita saat ini untuk melindungi negara ini? Dan apa yang harus kita lakukan sebagai anak negeri, anak kandungnya ibu pertiwi?

Soedirman adalah seorang Jenderal, begitu juga dengna kita. Yang menjadi alat utama sang Jenderal dan pasukannya adalah senjata perang. Jikalau kita tarik kepada diri kita sebagai pelajar atau mahasiswa, kita juga mempunyai senjata perang, yaitu dilambangkan dengan pena. Dengan pena ini kita bisa mempertahankan Indonesia, memajukan Indonesia untuk tujuh puluh tahun seperti yang dikatakan salah satu teman dari sang Jenderal (Karsani). Dengan pena ini juga kita berjihad demi kebenaran, menuliskan kebenaran, menuliskan untuk perbaikan, dan menuliskan yang bermanfaat kepadaya khalyak banyak. Maka dari itu, kita berperang juga seperti Jenderal, walau medan perangnya berbeda, dan musuhnya tidak konkrit yang seperti yang dihadapi sang Jenderal Soedirman.

Saat ini dan untuk masa yang akan datang di Indonesia, akan ada perang yang sangat dahsyat. Perang ini akan dibantu oleh media telekomunikasi, sebagai alat atau medianya. Dahulu, sebelum berperang, Tentara pasukan Jenderal harus dilatih secara fisik. Sekarang perang itu muncul kembali dengan formulasi yang baru tanpa terlalu banyak menggunakan latihan fisik, tapi perang ini tujuannya tetap sama yaitu penguasaan atau penunjukan siapa yang terhebat. Perang itu kita sebut perang ide-ide (war of ideas) yang mempengaruhi seluruh lini kehidupan ummat manusia.

Resiko dalam perjuangan tentulah ada. Tidak ada perbuatan tanpa menghasilkan nilai, tidak ada akibat tanpa adanya sebab. Sekecil apa pun yang kita perbuat tentu akan mendapatkan nilai. Kedinginan, sakit, kelaparan, kejenuhan, kesepian, ancaman, tekanan, kelelahan, bosan, dan kerinduan pada orang-orang tercinta, itu adalah teman sejati seorang pejuang, teman seorang Jenderal dan seorang pelajar. Hal tersebut bukanlah musuh bagi seorang pejuang. Siapkan senjatamu (pena), siapkan ide-ide pemikiranmu, kemudian torehkan itu untuk kemaslahatan ummat dalam kehidupan sehari-harinya tentunya dalam aplikasi.


Sumber gambar ilustrasi: http://nakacrow.blogspot.co.id/

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Ibnu Arsib Ritonga | TNB