Surat Untuk Pemuka Agama

Minggu, 08 Januari 2017 0 komentar
Oleh: Awn Mauwan*
Apa kabar, tuan? Salam sejahtera untukmu. Barangkali, anda sedang asik bersenggama dengan 1/3 malammu di atas sajadahmu. Saya tahu, anda lelah menghadapi ummat manusia yang anda anggap sesat. Saya pun demikian, tuan. Saya merasa manusia tersesat dalam tanya-tanya yang entah sampai kapan bisa terjawab. Saya pun salah satu dari bagian mereka yang tersesat.
Beberapa hari ini saya mendengar kabar bahwa anda sering berceramah di beberapa tempat. Maaf, saya tidak bisa menghadiri ceramah-ceramah anda. Namun saya mendengar kabar dari seorang yang menghadiri ceramah anda. Dia mengatakan bahwa anda berbicara tentang surga, tuan. Surga yang anda gambarkan sesuai dengan gambaran yang ada di teks-teka suci. Saya senang, anda tidak mengada-ada, tuan. Saya juga senang, orang-oramg yang menghadiri ceramah anda begitu ceria.
Di sisi lain, saya merasa bersedih hati, tuan. Sudah bertahun-tahun anda berceramah di setiap tempat, bahkan anda punya penggemar. Ceramah anda tidak lepas dari gambaran-gambaran surga. Anda berbicara tentang sungai yang mengalir, istana yang terbuat dari emas, dan bidadari-bidadari yang cantik. Itulah yang saya khawatirkan, tuan. Aku merenungkan gambaran surga itu sepanjang hari di tengah-tengah gedung pencakar langit.
Tahukah anda, tuan. Surga yang anda utarakan ada di dunia. Manusia mendengar ucapan anda, namun sulit mewujudkannya. Beberapa dekade ini manusia merealisasikan surga yang anda maksudkan. Setiap manusia yang berkuasalah yang bisa menciptakan surga. Mereka mendirikan gedung-gedung pencakar langit dengan sejuta kemewahan di dalamnya. Rumah-rumah dengan halaman luas yang dihiasi tanaman-tanaman. Tak lupa juga mereka menciptakan sungai dan air mancur dengan ikan-ikan hias sebagai penyejuk mata meski rumah tak terbuat dari emas, sebab emas di dunia ini terbatas. Mereka berusaha menciptakan surga, tuan. Apakah itu hal yang bagus?
Mereka menciptakan surga, tuan. Surga yang hanya diperuntukkam untuk dirinya sendiri. Tidak semua manusia bisa menikmati surga itu. Saya merasa surga itu tidak seperti yang ada saat ini. Surga yang anda maksudkan pasti lebih indah dan bisa didiami oleh manusia termiskin di dunia. Surga yang bisa dihuni oleh para manusia yang tidak mendapatkan keadilan di dunia.
Tuan, lihatlah di sekitar anda. Mereka yang kelaparan tanpa rumah terkapar di depan toko-toko. Mereka kencing di sembarang tempat, makan dari hasil meminta-minta, bahkan banyak di antara mereka tak mengenal agama. Pantaskah mereka di surga, tuan? Para penguasa dunia barangkali tak mengizinkan mereka mendiami surga karena takut surga itu bau pesing. Begitulah yang terjadi saat ini, tuan. Pernahkah anda melihat seorang tuna wisma disediakan kamar oleh pemilik hotel? Atau pengusaha kuliner paling kaya membagi-bagikan makanan di setiap sudut jalan? Atau para pemodal memberikan modal bagi yang tak bermodal agar sama-sama menjadi pengusaha? Atau, tuan sendiri, apakah pernah duduk bersama mereka dan mendengar cerita mereka, meringankan beban mereka? Semoga tuan melakukan itu.
Ada beberapa di antara mereka terlena dalam guyuran harta dari hasil ceramahnya. Mereka berbuat baik hanya di depan para penggemarnya. Tak pernah menyempatkam waktu mengulurkan tangan secara sembunyi-sembunyi. Bahkan ada tetangganya yang kelaparan tanpa mereka ketahui. Sepertinya, mereka juga menciptakan surganya sendiri, tuan.
Tuan, agama tidak hanya berbicara tentang ketuhanan,ibadah, surga dan neraka, pahala dan dosa, tapi juga berbicara tentang kemanusiaan. Saya pikir, anda lebih mengetahuinya, tuan. Saya hanya tahu bahwa agama berbicara tentang kemanusiaan, dan itu yang jarang dibicarakan oleh sekawanan, tuan. Ada beberapa mereka yang berbicara tentang itu, tuan. Tapi lagi-lagi mereka hanya berbicara.
Dengan ini kuakhiri suratku untukmu, tuan. Ini hanya surat yang masih bisa anda pertimbangkan. Maaf, jika ada kata-katanya yang menggurui. Kata-kata itu adalah kegelisahanku, tuan. Kegelisahan para manusia yang tersesat dalam mencari surga.

*Penulis adalah Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tulisan ini sebelmunya telah diterbitkan di Facebok penulis, Senin, 9 Januari 2017

Sumber Gambar Ilustrasi: http://mp3ceramahmenggugah.blogspot.co.id/

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Ibnu Arsib Ritonga | TNB