Dialog Dengan Nabi Ibrahim Tentang Tuhan

Senin, 09 Januari 2017 0 komentar
Oleh: Ibnu Arsib Ritonga*
Akhir-akhir ini aku terus berbicara sejarah. Berbicara sejarah ilmu pengetahuan, sejarah Islam, sejarah Yunani, sejarah Romawi dan sejarah-sejarah yang lainnya. Bagiku sejarah itu luar biasa nikmatnya, sangat menarik untuk diceritakan dan diambil hikmahnya. ‘Rasa pedas’, ‘asin’ dan juga ‘rasa manisnya’ pas di bibir. Begitu sejuk dan syahdu begitu sampai di telinga. Rasanya tubuh, jiwa dan pikiran ini hidup pada masa yang dibicarakan itu.

Aku bertemu dan berkenalan dengan seorang Nabi Adam. Aku bertemu dan berdiskusi dengannya, bagaimana dia (Adam) diciptakan, dia makhluk apa, hendak untuk apa dia diciptakan. Apakah Adam pernah meminta pada Tuhan supaya dia diciptakan? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaanku yang membuat Adam susah menjawabnya. Yang membuatku tersenyum, Adam tersipu malu ketika Tuhan menyuruh malaikat-malaikat menunduk padanya, kecuali makhluk yang kritis, cerdas, yang awalnya sangat setia pada Tuhan, angkuh dan sombong, yaitu Iblis. Makhluk yang dilaknat oleh Allah SWT. akibat keangkuhan dan kesombongannya tidak mau tunduk dan juga patuh pada perintah-Nya. Terlihat Adam begitu geram pada Iblis, dan Iblis juga begitu. Mata mereka bertemu dengan memendam dendam. Iblis pun berkomitmen akan menjerumuskan anak-anak Adam, cucu-cucu Adam hingga manusia-manusia yang sampai akhir kelak nanti.

Setelah itu, aku terus maju meninggalkan Adam. Sejujurnya aku ingin lebih mundur lagi lebih jauh kebelakang. Membahas sejarah proses penciptaan alam semesta beserta isinya. Dan bahkan lebih jauh lagi, ingin mengetahui dan mendiskusikan tentang Sipembuat alam semesta ini. Aku yakin Dia akan kesulitan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku, atau aku yang mengalami kesulitan dalam merangkai kata-kata untuk bertanya.

Hal itu aku tinggalkan, tapi bukan berarti suatu saat tidak membahas-Nya. Ya, kita akan kupas nanti teori penciptaan alam semesta, yang masa modern ini kita kenal dengan teori Big Bang. Tapi itu nanti, kali ini kita melangkah jauh kedepan, meninggalkan nabi Adam kemudian bertemu dengan seorang penyembah tuhan yang berganti-ganti. Bertemu dengan seorang yang skeptis pada tuhan-tuhan kemudian mendapatkan Tuhan atau tauhid yang sebenarnya.

Yaitu adalah Ibrahim, ya namanya adalah Ibrahim atau dalam Bible dikatakan Abraham. Pertanyaan pertama yang kuajukan pertama adalah kenapa dia tidak mengikuti tuhan yang disembah oleh orang-orang yang ada disekitarnya atau tuhan yang disembah ayahnya, sehingga dia diusir oleh ayahnya yang bernama Azar?

Ibrahim menjawab “rasanya tidak rasional kalau aku menyembah kemudian menjadikannya Tuhan yang mirip dengan manusia, hewan atau makhluk lain. Dan lebih tidak logis lagi, aku harus menyembah buatan manusia. Oh...rasanya itu tidak mungkin, aku meminta-minta padanya sedangkan dia dibuat atas permintaan orang lain. Sungguh aneh apabila dia menjadi Tuhan yang maha pencipta segalanya”.

Ternyata Ibrahim adalah tokoh rasionalitas sebelum Plato, Rene Descarte, Ibnu Sina dan tokoh filsafat lainnya. Dia (Ibrahim) juga sangat menguasai ilmu logika dan mempunyai cara berpikir yang luar biasa konstruktifbya. Menurutku sebelum mendapatkan iman dia penganut rasionalisme.

“Terus apa yang kamu lakukan mlihat kadaan seperti ini Ibrahim?”. Sapaku

“Sungguh aku merasa resah dengan kondisi manusia saat ini. Mereka menuhankan buatan mereka sendiri, sama dengan menuhankan manusia itu sendiri, karena berhala buatan manusia. Dengan hal itulah aku terus mencari sebenarnya siapa yang pantas di Tuhankan dan siapa yang menciptakan alam semesta ini”. Jawab Ibrahim dengan jelas

Ternyata Ibrahim pernah mengalami keraguan atau skeptis akan siapa yang pantas disembah dan siapa sebenarnya yang menciptakan alam raya ini.

“Aku merasa bahagia bertemu dan melihat tuhan pada malam hari, yaitu bulan. Benda yang dapat menerangi pada malam hari yang gelap gulita. Benda itu sangat indah dan luar biasa. Aku (Ibrahim) mendapatkan tuhan”. Lanjut Ibrahmim menjelaskan

Ibrahim menganggap bahwa yang ditemuai pada malam hari itu (Bulan) adalah Tuhan yang menciptakan alam raya ini beserta isinya.

“Lagi-lagi aku merasa resah dan ragu, bahwa Tuhan itu tidaklah mungkin hilang ketika di siang hari. Bulan itu menghilang di siang hari. Ah...sungguh itu (bulan) tidaklah dapat memenuhi unsur menjadi Tuhan. Tuhan tidaklah mungkin hilang atau lenyap sama seperti ciptaanya”. Ibrahim kembali ragu dengan ketauhidannya.

“Aku merasa puas setelah menemukan Tuhan. Aku melihat benda bulat yang dapat memancarkan sinarnya dan sangat berguna bagi makhluk hidup di permukaan bumi ini. Sungguh inilah Tuhan yang menciptakan makhluk dan menghidupkannya, yaitu matahari”. Ibrahim kembali menjelaskan penemuannya kembali tentang Tuhan

“Lagi-lagi aku merasa resah dan ragu luar biasa. Aku putuskan Tuhan itu bukanlah berhala yang dibuat manusia itu sendiri, bukan Bulan yang bisa hilang di siang hari dan juga bukanlah matahari yang bisa hilang di malam hari. Karena bulan dan matahari pasti ada yang menciptakannya. Aku semakin bingung, terus siapa yang menciptakan ini semua. Aku tidak percaya lagi tuhan-tuhan yang tadi”. Ibrahim semakin bingung

Ibrahim belum mendapatkan Tuhannya yang menciptakan alam semesta ini beserta isinya. Akan tetapi, perlu di garis bawahi bahwa dia Ibrahim tidaklah menjadi ateis. Dia masih mempercayai adanya yang menciptakan alam raya ini beserta isinya, tidak seperti yang diyakini oleh kaum ateis bahwa alam raya ada dengan sendirinya. Proses Ibrahim mendapatkan petunjuk yang dibawa makhluk langit-malaikat, hidayah dan menemukan tauhid cukup lama. Dari dia yang seorang filosof, kemudian dia angkat menjadi Nabi dan kemudia menjadi Rasul. Dia meninggalkan segala keraguannya menuju tauhidnya yang benar, kemudian dia percaya pada Allah SWT. yang menciptakan segalanya seraya mengucapkan:
Inni wajjahtu wajhiya lil ladzi fatharas samawati wal ardha haniifam muslimaw wa maa ana minal musyrikin (kuhadapkan muka hatiku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin)”

Jadilah Ibrahim seorang Muslim (orang yang berserah diri pada Tuhan, yaitu Allah SWT) dan tidak menjadi golongan orang-orang musyrik (orang-orang yang mendustakan dan menduakan Allah SWT).

Dari Ibrahim inilah penguatan kembali dasar ketauhidan pada Allah SWT. sehingga Ibrahim pun lepas dari paham yang menyesatkan dan juga lepas dari skeptismenya pada sang pencipta alam semesta.

Bagaimana dengan kita saat ini? Adakah atau masihkah kita ragu bahwa Allah SWT lah yang menciptakan alam semesta? Masihkah kita menyembah kepada tuhan buatan manusia atau tuhan yang diciptakan? Atau masih kita mengikuti aliran-aliran sesat yang tidak percaya Tuhan? Dan masihkah kita tidak menjalankan perintah dan juga menjauhi larangan-Nya?

Nabi Ibrahim pun tersenyum melihat anda seperti itu. Karena yang anda alami itu bagian dari masa lalunya. Dan jangan berpikir bahwa anda akan diangkat menjadi nabi karena ada kesamaan pencarian kepercayaan. Pintu jadi nabi sudah ditutup, dan Muhammad bin Abdullah adalah Nabi sekaligus Rasul paling akhir yang kemudian menyempurnakan ajaran Ibrahim secara syariat dan tuahidnya tetap pada Allah SWT. yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.[]


*Punulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan

Sumber Gambar Ilustrasi : http://www.kompasiana.com/

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Ibnu Arsib Ritonga | TNB