Oleh:
Ibnu Arsib Ritonga*
Akhir-akhir ini
aku terus berbicara sejarah. Berbicara sejarah ilmu pengetahuan, sejarah Islam,
sejarah Yunani, sejarah Romawi dan sejarah-sejarah yang lainnya. Bagiku sejarah
itu luar biasa nikmatnya, sangat menarik untuk diceritakan dan diambil
hikmahnya. ‘Rasa pedas’, ‘asin’ dan juga ‘rasa manisnya’ pas di bibir. Begitu
sejuk dan syahdu begitu sampai di telinga. Rasanya tubuh, jiwa dan pikiran ini
hidup pada masa yang dibicarakan itu.
Aku bertemu dan
berkenalan dengan seorang Nabi Adam. Aku bertemu dan berdiskusi dengannya,
bagaimana dia (Adam) diciptakan, dia makhluk apa, hendak untuk apa dia
diciptakan. Apakah Adam pernah meminta pada Tuhan supaya dia diciptakan? Dan
banyak lagi pertanyaan-pertanyaanku yang membuat Adam susah menjawabnya. Yang
membuatku tersenyum, Adam tersipu malu ketika Tuhan menyuruh malaikat-malaikat
menunduk padanya, kecuali makhluk yang kritis, cerdas, yang awalnya sangat
setia pada Tuhan, angkuh dan sombong, yaitu Iblis. Makhluk yang dilaknat oleh
Allah SWT. akibat keangkuhan dan kesombongannya tidak mau tunduk dan juga patuh
pada perintah-Nya. Terlihat Adam begitu geram pada Iblis, dan Iblis juga
begitu. Mata mereka bertemu dengan memendam dendam. Iblis pun berkomitmen akan
menjerumuskan anak-anak Adam, cucu-cucu Adam hingga manusia-manusia yang sampai
akhir kelak nanti.
Setelah itu,
aku terus maju meninggalkan Adam. Sejujurnya aku ingin lebih mundur lagi lebih
jauh kebelakang. Membahas sejarah proses penciptaan alam semesta beserta
isinya. Dan bahkan lebih jauh lagi, ingin mengetahui dan mendiskusikan tentang
Sipembuat alam semesta ini. Aku yakin Dia akan kesulitan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaanku, atau aku yang mengalami kesulitan dalam merangkai
kata-kata untuk bertanya.
Hal itu aku
tinggalkan, tapi bukan berarti suatu saat tidak membahas-Nya. Ya, kita akan
kupas nanti teori penciptaan alam semesta, yang masa modern ini kita kenal
dengan teori Big Bang. Tapi itu nanti, kali ini kita melangkah jauh
kedepan, meninggalkan nabi Adam kemudian bertemu dengan seorang penyembah tuhan
yang berganti-ganti. Bertemu dengan seorang yang skeptis pada tuhan-tuhan
kemudian mendapatkan Tuhan atau tauhid yang sebenarnya.
Yaitu adalah
Ibrahim, ya namanya adalah Ibrahim atau dalam Bible dikatakan Abraham.
Pertanyaan pertama yang kuajukan pertama adalah kenapa dia tidak mengikuti
tuhan yang disembah oleh orang-orang yang ada disekitarnya atau tuhan yang
disembah ayahnya, sehingga dia diusir oleh ayahnya yang bernama Azar?
Ibrahim
menjawab “rasanya tidak rasional kalau aku menyembah kemudian menjadikannya
Tuhan yang mirip dengan manusia, hewan atau makhluk lain. Dan lebih tidak logis
lagi, aku harus menyembah buatan manusia. Oh...rasanya itu tidak mungkin, aku
meminta-minta padanya sedangkan dia dibuat atas permintaan orang lain. Sungguh
aneh apabila dia menjadi Tuhan yang maha pencipta segalanya”.
Ternyata
Ibrahim adalah tokoh rasionalitas sebelum Plato, Rene Descarte, Ibnu Sina dan
tokoh filsafat lainnya. Dia (Ibrahim) juga sangat menguasai ilmu logika dan
mempunyai cara berpikir yang luar biasa konstruktifbya. Menurutku sebelum
mendapatkan iman dia penganut rasionalisme.
“Terus apa yang
kamu lakukan mlihat kadaan seperti ini Ibrahim?”. Sapaku
“Sungguh aku
merasa resah dengan kondisi manusia saat ini. Mereka menuhankan buatan mereka
sendiri, sama dengan menuhankan manusia itu sendiri, karena berhala buatan
manusia. Dengan hal itulah aku terus mencari sebenarnya siapa yang pantas di
Tuhankan dan siapa yang menciptakan alam semesta ini”. Jawab Ibrahim dengan
jelas
Ternyata
Ibrahim pernah mengalami keraguan atau skeptis akan siapa yang pantas disembah
dan siapa sebenarnya yang menciptakan alam raya ini.
“Aku merasa
bahagia bertemu dan melihat tuhan pada malam hari, yaitu bulan. Benda yang dapat
menerangi pada malam hari yang gelap gulita. Benda itu sangat indah dan luar
biasa. Aku (Ibrahim) mendapatkan tuhan”. Lanjut Ibrahmim menjelaskan
Ibrahim
menganggap bahwa yang ditemuai pada malam hari itu (Bulan) adalah Tuhan yang
menciptakan alam raya ini beserta isinya.
“Lagi-lagi aku
merasa resah dan ragu, bahwa Tuhan itu tidaklah mungkin hilang ketika di siang
hari. Bulan itu menghilang di siang hari. Ah...sungguh itu (bulan) tidaklah dapat
memenuhi unsur menjadi Tuhan. Tuhan tidaklah mungkin hilang atau lenyap sama
seperti ciptaanya”. Ibrahim kembali ragu dengan ketauhidannya.
“Aku merasa
puas setelah menemukan Tuhan. Aku melihat benda bulat yang dapat memancarkan
sinarnya dan sangat berguna bagi makhluk hidup di permukaan bumi ini. Sungguh inilah
Tuhan yang menciptakan makhluk dan menghidupkannya, yaitu matahari”. Ibrahim
kembali menjelaskan penemuannya kembali tentang Tuhan
“Lagi-lagi aku
merasa resah dan ragu luar biasa. Aku putuskan Tuhan itu bukanlah berhala yang
dibuat manusia itu sendiri, bukan Bulan yang bisa hilang di siang hari dan juga
bukanlah matahari yang bisa hilang di malam hari. Karena bulan dan matahari
pasti ada yang menciptakannya. Aku semakin bingung, terus siapa yang
menciptakan ini semua. Aku tidak percaya lagi tuhan-tuhan yang tadi”. Ibrahim
semakin bingung
Ibrahim belum
mendapatkan Tuhannya yang menciptakan alam semesta ini beserta isinya. Akan
tetapi, perlu di garis bawahi bahwa dia Ibrahim tidaklah menjadi ateis. Dia
masih mempercayai adanya yang menciptakan alam raya ini beserta isinya, tidak
seperti yang diyakini oleh kaum ateis bahwa alam raya ada dengan sendirinya.
Proses Ibrahim mendapatkan petunjuk yang dibawa makhluk langit-malaikat,
hidayah dan menemukan tauhid cukup lama. Dari dia yang seorang filosof, kemudian
dia angkat menjadi Nabi dan kemudia menjadi Rasul. Dia meninggalkan segala
keraguannya menuju tauhidnya yang benar, kemudian dia percaya pada Allah SWT.
yang menciptakan segalanya seraya mengucapkan:
“Inni
wajjahtu wajhiya lil ladzi fatharas samawati wal ardha haniifam muslimaw wa maa
ana minal musyrikin (kuhadapkan muka hatiku kepada Dzat yang menciptakan
langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri dan aku bukanlah dari
golongan kaum musyrikin)”
Jadilah Ibrahim
seorang Muslim (orang yang berserah diri pada Tuhan, yaitu Allah SWT) dan tidak
menjadi golongan orang-orang musyrik (orang-orang yang mendustakan dan
menduakan Allah SWT).
Dari Ibrahim
inilah penguatan kembali dasar ketauhidan pada Allah SWT. sehingga Ibrahim pun
lepas dari paham yang menyesatkan dan juga lepas dari skeptismenya pada sang
pencipta alam semesta.
Bagaimana
dengan kita saat ini? Adakah atau masihkah kita ragu bahwa Allah SWT lah yang
menciptakan alam semesta? Masihkah kita menyembah kepada tuhan buatan manusia atau
tuhan yang diciptakan? Atau masih kita mengikuti aliran-aliran sesat yang tidak
percaya Tuhan? Dan masihkah kita tidak menjalankan perintah dan juga menjauhi
larangan-Nya?
Nabi Ibrahim
pun tersenyum melihat anda seperti itu. Karena yang anda alami itu bagian dari
masa lalunya. Dan jangan berpikir bahwa anda akan diangkat menjadi nabi karena
ada kesamaan pencarian kepercayaan. Pintu jadi nabi sudah ditutup, dan Muhammad
bin Abdullah adalah Nabi sekaligus Rasul paling akhir yang kemudian
menyempurnakan ajaran Ibrahim secara syariat dan tuahidnya tetap pada Allah
SWT. yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. []
*Punulis adalah
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan
Sumber Gambar
Ilustrasi : http://www.kompasiana.com/
0 komentar:
Posting Komentar