Ajakan Al-Qur'an Pada Pengetahuan

Kamis, 09 Maret 2017 0 komentar

Oleh: Ayatullah Murtadha Muthahhari*

Al-Qur'an secara tegas mengajak anak keturunan Adam as pada pengetahuan. Dalam Al-Qur'an terdapat berbagai perintah dan anjuran untuk memperhatikan, melihat, dan merenungkan. Dalam Al-Qur'an terdapat berbagai ungkapan Allah SWT, "Katakanlah: Perhatikannlah apa yang ada di langit dan di bumi". (QS. Yunus: 101)

Katakanlah kepada masyarakat ini untuk melihat (berpikir), dan mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Al-Qur'an hendak menegaskan kepada manusia untuk memahami dan mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dengan menyatakan, "Wahai manusia kenalilah dirimu sendiri, kenalilah alammu, kenalilah Tuhanmu, kenalilah masamu dan kenalilah masyarakat serta sejarahmu". Bahkan dalam ayat Allah mengatakan, "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu". (QS. al-Maidah: 105). Yakni wahai orang-orang yang beriman atas kalian diri kalian sendiri. Sekarang terlintas dalam benak saya bahwa berbagai mufasir yang di antara mereka adalah Allamah Thabathaba'i mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, kenalilah dirimu sendiri.

Pada sebuah ayat yang amat populer dengan sebutan "dzar" (alam dzar atau alam mitsal), terdapat satu poin yang amat menakjubkan berkenaan dengan masalah mengenal diri sendiri, sekalipun bentuk penjelasan itu secara sandi (tidak terang-terangan), Al-Qur'an mengatakan, "Dan Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka". (QS. al-A'raf: 172)

Yakni manusia memberikan kesaksian atas diri mereka sendiri. Pemberian kesaksian ini ada dua bentuk. Adakalanya seseorang memberikan kesaksian atas sesuatu yang sebelumnya pernah ia lihat dan saksikan, kemudian ia menyampaikan kepada orang-orang lain dan memberikan kesaksian. Dan adakalanya, ada seseorang yang dihadirkan di suatu tempat untuk kemudian ia akan dijadikan sebagai saksi. Yang pertama disebut dengan "menunaikan kesaksian" (ada' asy-syahadah) dan yang kedua disebut dengan "menanggung kesaksian" (tahammul asy-syahadah).

Al-Qur'an mengatakan bahwa Allah menunjukkan manusia kepada dirinya sendiri (alhasil ayat ini adalah salah satu ayat yang berkenaan dengan firtah), mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri. Yakni Al-Qur'an mengatakan bahwa lihatlah diri kalian! Allah mengambil kesaksian terhadap diri mereka. Tatkala manusia telah melihat diri mereka sendiri, kemudian Allah berfirman, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Bukankah Aku adalah Tuhanmu? Mereka menjawab, "Ya".

Di sini Al-Qur'an tidak mengatakan bahwa Allah menunjukkan Zat-Nya kepada manusia, lalu mengatakan bahwa manusia diperlihatkan kepada dirinya sendiri, kemudian Dia berfirman, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Apakah tujuan dari semua itu? Apakah hal itu sama seperti ketia si Zaid mereka tunjukkan (kepada seseorang) dan kemudian mereka bertanya (kepada orang itu), "Tidakkah engkau melihat si Amr?"

Tidak, duduk permasalahannya bukan semacam ini. Sebagai perumpamaan, kita dapat mengumpamakan seperti seseorang yang mengatakan kepada temannya, "Lihatlah cermin itu". Ketika temannya melihat ke arah cermin itu, kemudian ia menanyakan, "Bukankah saya seorang yang tampan?" Mengapa demikian? Karena ia melihat ke arah cermin. Jika temannya itu melihat ke arah dinding, maka jadinya tidak demikian. Allah sebegitu dekat dengan manusia! Mengenal diri dan mengenal Tuhan telah bercampur menjadi satu. Sehingga Dia memerintahkan, "Wahai manusia! Lihatlah dirimu sendiri".

Dan ketika mereka telah melihat diri mereka sendiri, lalu Allah SWT berfirman, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Ketika engkau melihat dirimu sendiri, maka engakau akan melihat-Ku, ketika engkau mengenal dirimu sendiri, maka engkau akan mengenal-Ku. Ungkapan, "Barangsiapa yang mengenal dirinya, ia telah mengenal Tuhannya", merupakan sebuah ungkapan populer di dunia. Bahkan ungkapan ini telah disebutkan pada masa sebelum Islam, Socrates juga pernah mengatakannya, di India pun banyak yang pernah mengucapkan ungkapan itu. Tetapi, tidak ada satu penjelasan pun yang seindah penjelasan Al-Qur'an. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as sering kali menyampakan kalimat tersebut, dan Rasul mulia SAW juga telah menyampaikannya, tetapi tidak ada seorang pun yang memiliki penjelasan yang lebih indah dari yang dijelaskan oleh Al-Qur'an.

Dengan kefasihannya, Al-Qur'an menunjukkan kepada manusia itu sendiri, dengan cara memerintahkan manusia melihat dirinya sendiri, dan begitu manusia telah melihat dirinya sendiri, seketika itu Allah bertanya, "Apakah sekarang engkau dapat melihat-Ku dengan baik?" Manusia menjawab "Ya, sekarang kami dapat melihat-Mu dengan baik". Di sini Al-Qur'an tidak mengatakan, "Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya", yakni antara telah mengenal yang satu dengan telah mengenal yang lain sifatnya adalah berurutan. Pertama, mengenal diri sendiri, berikutnya adalah mengenal Tuhan.

Tetapi, Al-Qur'an hendak menyatakan bahwa sebegitu dekatnya antara dua pengenalan itu, sehingga tatkala engkau melihat yang ini maka engkau pun akan melihat yang itu. Semua penjelasan yang diberikan oleh selain Al-Qur'an, senantiasa meletakkan dua pengenalan itu secara berurutan, sedangkan Al-Qur'an menjelaskannya dengan menggunakan sebuah kalimat bahwa manusia itu cukup hanya dengan mengenal diri, karena jika telah mengenal diri maka pasti telah mengenal Tuhan.

Sebegitu dekatnya antara pengenalan diri dengan pengenalan Tuhan, laksana seseorang yang memandang sebuah cermin. Sekalipun yang ada di dalam cermin itu hanyalah semacam bayangan (gambar) saja, tetapi ketika anda berada di depan sebuah cermin, maka anda tidak dapat menghindarkan diri untuk tidak melihat bayangan anda di cermin itu.

Tatkala seseorang memperhatikan dan merenungkan poin Al-Qur'an ini, pasti ia akan merasa kagum dan tercengang. Inilah ayat Al-Qur'an. Coba anda perhatikan, Rasul SAW adalah seorang bangsa Arab yang buta aksara, penduduk desa, tidak pernah belajar, tidak memiliki guru dan pengajar, orang terpandai yang ada di dalam masyarakat itu tidak ubahnya semacam kelas tiga sekolah dasar yang ada pada masa kita ini, hanya mampu membaca satu baris tulisan dan tulisan tangannya tidak rapi serta tidak beraturan.

Apakah dapat dipercaya bahwa berbagai ucapan yang indah dan mempesona yang keluar dari lisan laki-laki (Muhammad SAW) semacam itu, tanpa ada hubungan dengan alam metafisika (ma'nawi) atau alam yang lain? Bahkan orang-orang semacam Socrates sama sekali tidak akan mampu untuk mengeluarkan ucapan seindah itu. Ia (Muhammad SAW) memiliki bentuk pandangan yang begitu dalam dan luas. Mungkinkah seorang bangsa Arab yang pengetahuannya (pengetahuan pribadinya) lebih rendah dari pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pengembala kambing yang ada di antara kita ini, mampu mengucapkan, Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi?" (QS. Yunus 101)

Perhatikanlah apa yang ada di berbagai langit dan di berbagai belahan bumi (tidak ada pada bumi saja), perhatikanlah apa yang ada diseluruh alam ini! Ketahuilah apa yang ada di seluruh penjuru bumi ini! Dengan demikian, maka Al-Qur'an mengajak manusia pada pengetahuan. Baginya tidak ada lagi pembicaraan mengenai kemungkinan memperolah pengetahuan, yakni (menurut pandangannya) kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan adalah pasti.



*Tulisan di atas disadur dari bukunya Ayatullah Murtadha Muthahhari, Pengantar Epistemologi Islam.

Sumber gambar ilustrasi: http://www.dakwatuna.com/

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Ibnu Arsib Ritonga | TNB