Indonesia, Di mana Alamatmu Sekarang?

Jumat, 24 Maret 2017 0 komentar

Oleh: Husein Harahap*

Zaman berubah
Musim berubah

Konstitusi berubah
Kekuasaan berubah

Parlemen berubah
Partai politik berubah

Ormas berubah
Sejarah berubah

Praktik demokrasi berubah-ubah

Dan kamu, Indonesia

Kudengar juga sudah lama berubah, dan berubah-ubah
Bahkan alamatmu pun berubah-ubah

Indonesia, di mana lamatmu sekarang
Kabarnya, hanya bedebah tak pernah berubah
Aku memburumu di Laweyan, sudut sunyi kota solo
Tempat dulu KH Samanhudi
menghidupkan ghirah dan gairah kewirausahawan
yang menjelma menjadi gairah kebangsaan

Tak kutemukan kau di sana
Seorang nenek tua dengan canting dalam genggaman jemari renta
Gemetar menorehkan namamu
Di atas lembaran kain produksi cina

Tak ada lagi mori dan belacu
Meski malam dari gondorukem
Masih hasilkan batik sogan

Kepalanya menggeleng ketika kutanyakan padanya
Dimana alamatmu, Indonesia ?
Di kampung paneleh-Surabaya
Tempat HOS Tjokroaminoto mendidik Sukarno
Tentang nasionalisme, tentang ghairah kebangsaan
Menggelorakan bara semangat kemerdekaan
Menanamkan cinta tanah air
Menghidupkan keberanian dan kecerdasan
Mewujudkan nasionalisme Indonesia

Di sudut-sudut negeri
Aku hanya bisa mendengar kisah heroik masa lampau
Ketika Syarikat Islam, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al Irsyad Al Islamiyah
menjadi penghulu pergerakan

Menggelorakan semangat kebangsaan dan ke-Indonesiaan

Aku mengembara mencari alamatmu, Indonesia
Di Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Banjarmasin
Samarinda, Makassar, Palu, Gorontalo, Bolaang, Mongondow, Banten,
Bogor, Garut, Bandung, Cirebon, Banjarnegara, Yogyakarta, dan kalabahi
orang-orang yang kutemui di sana

Menggelengkan kepala dan sama berteriak:
Indonesia, di mana alamatmu sekarang ?

Pada sunyi separuh malam
Selepas ruwet menyergap Jakarta
Kupandangi rumah tua tempat dulu
KH Agus Salim mengurai pikiran tentang jati diri Indonesia
Tapi aku tak berani mengetukkan jemari di pintunya untuk bertanya:
Indonesia, dimana alamatmu sekarang ?

Seorang ibu dengan merah putih lusuh di tangannya bertanya:
Masih perlukah kau bertanya tentang alamat Indonesia sekarang ?
Ketika yang kau temukan hanyalah
Jutaan orang indonesia
Berayah ibu Indonesia
Mengaku bertanah air Indonesia,
Berbangsa Indonesia,
Berbahasa Indonesia,
Tapi mereka, tak lagi indonesia

Sejak sejarah terjarah
Nasionalisme religius terkoyak mazhab dan sekte
Nasionalisme kebangsaan terporak politik golongan
Dan etnosentrisme
Nasionalisme kerakyatan terberai individualisme

Kemandirian berubah menjadi ketergantungan
Kekayaan pemberian Tuhan berubah menjadi kemiskinan

Akal budi berubah akal-akalan
Keadilan terampas para hakim belum akil balig

Musyawarah berganti unjuk rasa
Sumpah pemuda pemuda berganti sumpah serapah pemuda

Proklamasi berganti komunike transaksi
Penegakan hukum dan konstitusi terampas korupsi

Di sebuah bangsa yang dipenuhi petinggi
Kita tak lagi memiliki elite yang mencerahkan
Kita hanya punya petinggi
Yang tak henti mengukur fantasi di asap setanggi
Yang tak mau lagi mengisi saku dan kocek mereka dengan Rupiah
Tapi dari mulut mereka selalu saja
Ada sabda dan makna
“Kita sedang bergerak ke zaman baru...”
Jangan berputus asa !

Indonesia, di mana alamatmu sekarang ?

Aku terhempas ke sini. Di sini
Aku masih mencari alamat Indonesiaku
Indonesia yang 108 Tahun lalu
Dialirkan ke darah kita
Ke darah kaum yang sungguh mencintai Indonesia
Ke darah kaum yang pantang tercerai berai
Ke darah kaum yang dilatih untuk memberi
Ke darah kaum yang dilatih untuk mandiri
Ke darah kaum pergerakan yang harus dibangunkan ke insyafannya
Yang memahami demokrasi sebagai cara mencapai harmoni
Mungkinkah alamat Indonesia ada di dadamu ?



*Penulis adalah Mahasiswa FAI UISU, Kader HMI Cabang Medan, Ketua Umum HMI Komisariat UISU Periode 2016-2017.

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Ibnu Arsib Ritonga | TNB