oleh: Ibnu Arsib Ritonga
Universitas
atau Perguruan Tinggi adalah suatu wadah dan juga lembaga pendidikan yang
paling tinggi dari lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dia menjadi jenjang yang
lebih tinggi bukan karena kemewahan dan kemegahan namanya atau gedungnya. Dia
mengemban derajat yang paling tinggi karena cita-citanya,tujuannya,
lingkungannya yang sangat ilmiah, kreasinya, aktivitasnya, produktivitasnya,
dan bahkan universitas atau pergurua tinggi dapat merubah kehidupan masyarakat
dunia. Peran-perannya sangat mustahil dapat dilakukan sekolah-sekolah yang di
isi anak-anak dan remaja.
Dia
menjadi lorong-lorong intelektual yang menghasilkan manusia-manusia super yang dapat
mewujudkan dan perbaikan dari kerusakan di dunia ini. Kampus (nama dalam
kesehari-hariannya) adalah taman-taman intelektual para ummat manusia yang
ingin merubah tatanan masyarakat. Keilmiahan dan kebebasannya begitu juga
kemerdekaannya dalam berpikir dan bertindak (seperti penelitian) menjadi ciri
khas utama kampus dibanding sekolah-sekolah dasar dan menengah. Dengan
kebebasan dan kemerdekaannya dalam keintelektualan, dia pun dapat menjadi alat
produktivitas ide-ide pemikiran yang diwujudkan dalam penemuan-penemuan sesuatu
yang bisa berguna bagi manusia. Dalam keintelektualannya (keilmiahannya), dia
pun dapat memecahkan rahasia-rahasia Tuhan di dalam alam semesta ini.
Lorong-lorong
intelektual ini, terbukti telah banyak menerbitkan tokoh-tokoh besar di dunia.
Sebelum Masehi, daerah kota kecil di Yunani, tokoh-tokoh filsafat bermunculan
dalam memecahkan problem-promblem yang dihadapi manusia. Mereka lahir dari
lorong-lorong intelektual, walaupun penamaan dan gedungnya tidak seperti sekarang.
Akan tetapi, aktivitas-aktivitas yang dilakukan masih sama persis dilakukan
oleh masyarakat-masyarakat Perguruan Tinggi saat ini. Tak heran kalau ide-ide
pemikiran Thales, Anaximenes, Anaximandros, Phytagoras, Epicorus, Zeno, Cicero,
Socrates, Plato, Aristoteles dan yang lainya masih diperbincangkan di dunia
akademis dari dahulu hingga sekarang.
Di
zaman Nabi Muhammad, dia menanamkan ajaran Islam lewat ceramah-ceramah di
Masjid. Masjid bukan hanya tempat shalat, tapi juga tempat menuntut ilmu. Dari
kuliah-kuliah yang berikan Nabi SAW. membuat para pengikut-pengikutnya
(Sahabat-sahabat) dapat memahami Islam dan kemudian menjadikan keimanannya
semakin kuat. Bukan hanya kualitas iman, kualitas ilmu juga sangat luar biasa,
contohnya seperti Ali bin Abi Thalib. Aktivitas itu pun tentunya sering kita
jumpai dalam suatu kampus.
Setelah
masa Nabi, di masa keemasan Islam, ilmu pengetahuan berkembang semakin pesat.
Dari hal-hal yang diyakini tidak bisa dilakukan manusia menjadi bisa dilakukan
manusia. Perkembangan ide-ide pemikiran dan filsuf-filsuf Islam di Timur dan di
Eropa membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dapat menjawab segala
problema-problema manusia. Baik dari bidang kesehatan (terkenal dengan Ibnu
Sina), bagian hukum, politik dan lain-lainnya. Tokoh-tokohnya seperti Al-Kindi,
Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Kwarizmi dan sederet nama-nama
lainnya. Semua ini lahir dari lorong-lorong intelektual, walau pun berbeda
corak gedung atau tempatnya. Sekali lagi, aktivitas-aktivitasnya tidak pernah
berbeda, bahkan kampus saat ini ada yang meniru gaya mereka dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi, baik dari segi rasionalitas maupun secara empirik.
Tidak
kalah juga di benua Eropa (Barat). Setelah kejatuhan masa kejayaan Islam,
terjadi Revolusi Industri, masa ini disebut-sebut dengan masa Reneisans
atau juga ada istilah lainnya Aufklarung. Masa-masa pencerahan ini awal
kebangkitan Barat dari dominasi kekuasaan Gereja. Hingga saat ini, tidak bisa
dipungkiri dunia telah didominasi oleh eropa baik secara ide-ide pemikiran
maupun budaya. Kemajuan tekhnologi di zaman modern ini menjadikan Barat di atas
angin dan mencapai masa kejayaan dari sekitar abad ke-16 hingga sekarang.
Sederet tokoh-tokoh besarnya adalah seperti Rene Descartes, Galileo Galilei,
Issac Newton, Thomas Alvaedison, Immanuel Kant, Montesqueu, Charles Darwin, Hegel,
Karl Marx, Frediech Neitzsche, Jean Paul Sartre dan sederet tokoh-tokoh lainnya
dalam bidangnya masing-masing. Mereka semua lahir dari lorong-lorong
intelektual (kampus). Kampus yang berkompeten dan mempunyai arah terget tujuan
yang jelas dalam keilmuan. Walau pun ada yang tidak selesai, akan tetapi kampus
sebagai tempat pertama menajamkan ide pemikirannya menjadi bukti.
Memasuki
abad ke-20, di bagian Timur (negeri Islam), kemudian bermunculan tokoh-tokoh
pembaharu untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat
Islam atau khalayak umum. Berbagai ide-ide pemikiran disebarkan begitu juga
gerakan-gerakan yang massif dan juga kohesif. Sederet tokoh-tokoh itu adalah
seperti Al-Afghnai, Muhammad Abduh, Al-Kwakibi, Al-Maududi, Murtadha Mutahhari,
Ali-Syari’ati dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka pun lahir dari lorong-lorong
intelektual (kampus).
Kalau
lihat di negeri pertiwi kita ini, tokoh-tokoh besar dari pra-kemerdekaan hingga
sekarang mayoritas lahir dari lorong-lorong Perguruan Tinggi. Sejarah pendidikan
di Indonesia ini sangat menyedihkan kalau kita pahami betul-betul. Dahulu
(zaman koloni Belanda) untuk mendapatkan pendidikan sangat susah. Dalam sejarah
Indonesia, pendidikan itu terbagi di dua tempat. Pertama pendidikan yang
diselenggarakan pihak Belanda dan yang dapat bersekolah disitu adalah mereka
anak-anak priyayi atau anak-anak kaya. Yang kedua adalah pendidikan yang
didirikan tokoh-tokoh agama, yaitu mendirikan pondok-pondok pesantren, dan ini
di isi oleh santri-santri (bangsa pribumi) yang kurang mampu dan pendidikannya
jauh dari pendidikan modern atau secara tradisional dibanding sekolah-sekolah
Belanda.
Maka
dari itu., saat Indonesia mencapai kemerdekaannya. Sarjana-sarjana asli bumi
putra masih sedikit, terhitung dengan jari. Misalnya seperti Ir. Soekarno (di
didik disekolah Belanda), ada Hatta, Yamin, Tan Malaka dan sarjana-sarjana bumi
putra yang kuliah di Belanda. Selain dari sarjana-sarjana sekolah Belanda,
tidak tinggal juga peran sarjana-sarjana atau kelompok-kelompok terdidik dari
Timur, seperti Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang menempuh pendidikan di
Arab dan sempat bertemu dengan tokoh pembaharu Islam, Muhammad Abduh.
Memetik
pelajara dari masa lampau
Mereka
(tokoh-tokoh di atas) lahir dari lorong-lorong kampus, mengalami
dinamika-dinamika intelektual, dan merubah keadaan dari ide-ide pemikiran yang
diaplikasikan. Mereka pernah menjadi mahasiswa, pelajar atau murid, tentunya
bukan sekedar mahasiswa, pelajar dan atau murid. Dengan pengalaman-pengalaman
itu semua, mereka dapat memimpin suatu bangsa, membuat perubahan pada waktu
itu. Hingga saat ini, jasa-jasa itu tak akan pernah terhapus dari lembaran sejarah.
Dari
awal hingga akhir, ada beberapa hal yang harus kita petik untuk menjadi
pelajaran atau referensi bagi kita untuk saat ini dan yang akan datang. Melihat
fenomena kondisi kampus-kampus di Indonesia ini, begittu juga mahasiswanya
sangat memprihatinkan. Tujuan kampus hari ini (mayoritas swasta atau negeri)
menurut saya kurang jelas (abstrak). Kampus sepertinya telah dikomersilkan.
Dijadikan tempat pemenuhan penghasilan pendapatan meteri (uang). Keilmiahan dan
memberikan pendidikan kepada mahasiswa sudah sangat jauh dari harapan.
Mahasiswanya juga terlelap dengan keadaan hedonisme sehingga dia tidak sadar
akan peran fungsinya sebagai mahasiswa.
Mahasiswa
tidak sadar (mayoritas), bahwa kelak dialah yang akan mengisi negeri ini,
karena dia adalah generasi-generasi penerus. Bagaimana negeri ini maju secara
kualitas dan kuantitas jikalau mahasiswanya (pemuda) tidak menyiapkan apa yang
harus dipersiapkan nanti. Kemegahan dan kemewahan dari sarana prasarana yang
mudah diakses telah membutakannya. Seharusnya, dengan kecanggihan tekhnologi
sekarang mahasiswa dapat memanfaatkan untuk pemenuhan ilmu pengetahuan.
Hal-hal
yang harus kita petik dari pembicaraan sejarah di atas adalah menjadikan kampus
sebagai tempat untuk mewujudkan kemajuan intelektual, kampus dapat
menyelesaikan atau menjawab persoalan-persolan yang dihadapi masyarakat. Lewat
kajian-kajian ilmiah yang sistematis dan obyektif. Kampus harus dapat
menerbitkan manusia-manusia yang berkualitas dan insan-insan pembaharu. Kampus
harus mempunyai program-program yang terorganisir untuk kemajuan sumber daya
manusia sehingga dapat mengolah dan mengembangkan sumber daya alam yang
sifatnya terbatas. Tidak terlepas dari itu semua, mahasiswa sebagai generasi
harus meningkatkan kualitasnya, bukan hanya un sich belajar diruangan
dengan mengharapkan Indeks Prestasi (IP) yang hanya diukur dengan angka.
Mahasiswa harus mempersiapkan dirinya menghadapi masa-masa yang akan datang.
Nilai-nilai yang disimbolkan dengan angka itu hanya sebagai simbol kalau tidak
mempunyai Emotional Quality, Intelectual Quality, and Spritual Quality.
Sejatinya Kampus yang dihuni masyarakat-masyarakat akademis (terkhusus
Mahasiswa) kiranya menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan,
penelitian dan pengabdian guna mewujudkan kemajuan peradaban manusia.
*Penulis adalah
mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan
0 komentar:
Posting Komentar